BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penddikan
merupakan sebuah media sosial tempat para peserta didik melakukan kegiatan
interaksi sesama teman sebaya, dan
merupakan salah satu media pembelajaran serta pengembangan sikap. Peserta didik
yang umumnya terdiri dari individu yang masih berada pada usia transisi antara
anak-anak menuju dewasa, terdapat banyak perubahan psikologis yang terjadi.
Salah satu perubahan yang menonjol adalah perubahan emosional peserta didik.Hal
tersebut merupakan hal yang alamiah dan wajar, namun perlu dikendalikan dan
diawasi, karena tiap individu memiliki kecerdasan emosional yang bervariasi.Mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, adalah bagian
dari tujuan dilaksanakannya pendidikan.Untuk mencapai tujuan tersebut, sudah
pasti tidak semudah yang dibayangkan. Sebab secara formal, proses pendidikan
itu sendiri harus dilalui dengan penjenjangan yang boleh dikatan
relatif melelahkan namun berdampak positif terhadap
pembentukan karakter seseorang, bahkan jatidiri bangsa di sebuah negara.Di
Indonesia, misalnya. Pelaksanaan pendidikan sangat diharapkan mampu mewujudkan
manusia beriman yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani,berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta mengedepankan rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.Hal-hal tersebut sangat relevan
dengan yang diamanahkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan
Nasional. Berlandaskan hal tersebut, maka
pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif
dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur,
berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis, dan toleran dengan mengutamakan
persatuan bangsa, bukannya perpecahan. Sehingganya, sangat perlu mengasah
inteligensi secara terus-menerus.Namun secara spesifik, mencapai tujuan
pendidikan seutuhnya ternyata pengembangan intelengensi saja tidak mampu
menghasilkan manusia yang utuh.Berbagai hasil kajian dan pengalaman
menunjukkan, bahwa pembelajaran komponen emosional lebih penting daripada
intelektual.
Jika kualitas pendidikan diharapkan tercapai secara optimal, perlu diupayakan bagaimana membina peserta didik untuk memiliki kecerdasan emosi yang stabil sebagai penyeimbang dari inteligensi yang ada.Sebab, melalui kecerdasan emosional peserta didik dapat memahami diri dan lingkungannya secara tepat, memiliki rasa percaya diri, tidak mudah putus asa, dan dapat membentuk karakter peserta didik secara positif.Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Dan budaya adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat.Sedangkan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, dan bersikap Jadi pendidikan budaya dan karakteradalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan proses internalisasi, menghayati nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera,serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.Cepi Triatna (2008:37) menyatakan, pendidikan karakter adalah pendidikan emosi atau pendidikan budi pekerti plus, yaitu pendidikan yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, emosi peserta didik akan menjadi cerdas. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan.Dapat digarisbawahi, bahwa tujuan pendidikan, budaya dan karakter bangsa adalah: 1). mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya serta karakter bangsa; 2). mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3). menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4). mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5). mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: 1). Religius; 2). Jujur; 3).Toleransi 4). Disiplin; 5). Kerja keras 6). Kreatif; 7). Mandiri; 8). Demokratis; 9).Rasa ingin tahu; 10). Semangat kebangsaan; 11). Cinta tanah air; 12). Menghargai prestasi; 13). Bersahabat/Komuniktif; 14).Cinta damai; 15).Gemar membaca; 16).Peduli lingkungan; 17).Peduli sosial; dan 18).Tanggung-jawab.
Peserta didik yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosional, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya, sehingga jauh dari nilai-nilai yang diharapkan dalam pendidikan .
Jika kualitas pendidikan diharapkan tercapai secara optimal, perlu diupayakan bagaimana membina peserta didik untuk memiliki kecerdasan emosi yang stabil sebagai penyeimbang dari inteligensi yang ada.Sebab, melalui kecerdasan emosional peserta didik dapat memahami diri dan lingkungannya secara tepat, memiliki rasa percaya diri, tidak mudah putus asa, dan dapat membentuk karakter peserta didik secara positif.Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Dan budaya adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat.Sedangkan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, dan bersikap Jadi pendidikan budaya dan karakteradalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan proses internalisasi, menghayati nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera,serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.Cepi Triatna (2008:37) menyatakan, pendidikan karakter adalah pendidikan emosi atau pendidikan budi pekerti plus, yaitu pendidikan yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, emosi peserta didik akan menjadi cerdas. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan.Dapat digarisbawahi, bahwa tujuan pendidikan, budaya dan karakter bangsa adalah: 1). mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya serta karakter bangsa; 2). mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3). menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4). mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5). mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: 1). Religius; 2). Jujur; 3).Toleransi 4). Disiplin; 5). Kerja keras 6). Kreatif; 7). Mandiri; 8). Demokratis; 9).Rasa ingin tahu; 10). Semangat kebangsaan; 11). Cinta tanah air; 12). Menghargai prestasi; 13). Bersahabat/Komuniktif; 14).Cinta damai; 15).Gemar membaca; 16).Peduli lingkungan; 17).Peduli sosial; dan 18).Tanggung-jawab.
Peserta didik yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosional, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya, sehingga jauh dari nilai-nilai yang diharapkan dalam pendidikan .
Sebaliknya peserta didik yang
memiliki kecerdasan emosional akan membentuk peserta didik yang berkarakter
sesuai dengan nilai-nilai pada pendidikan berkarakter.Sehingga dari keseluruhan
uraian tersebut di atas, maka sebagai konklusi dapat digambarkan, bahwa
kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai
kesuksesan di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Bahkan kecerdasan
emosional dapat ditunjukkan melalui kemampuan seseorang untuk menyadari apa
yang dia dan orang lain rasakan.
Kemudian, peserta didik yang
memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih
terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit,
lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan
orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain, dan untuk kerja akademis di
sekolah lebih baik.Dan sekali lagi perlu diingat, bahwa kecerdasan emosional
atau Emotional Quotient (EQ), yakni kemampuan memotivasi diri sendiri,
mangatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood),
berempati, serta kemampuan bekerja sama.Pendidikan karakter adalah pendidikan
emosi atau pendidikan budi pekerti plus yaitu pendidikan yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).
Dalam pendidikan karakter peserta didik di
harapkan memiliki nilai-nilai positif yaitu 1). Religius; 2).Jujur;
3).Toleransi 4). Disiplin; 5). Kerja keras 6). Kreatif; 7).
Mandiri; 8). Demokratis; 9).Rasa ingin tahu; 10). Semangat
kebangsaan; 11). Cinta tanah air; 12).Menghargai prestasi; 13).
Bersahabat/Komuniktif; 14).Cinta damai; 15).Gemar membaca;
16).Peduli lingkungan; 17).Peduli sosial; dan 18).Tanggungjawab.Olehnya itu,
agar nilai-nilai tersebut dapat dicapai, maka cara mengembangkan kecerdasan
emosional peserta didik adalah pilihan yang tepat untuk ditempuh.Sebab,dengan
mengembangkan kecerdasan emosional, maka tentunya akan membentukpeserta didik
yang berkarakter sebagaimana yang diharapkan.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan kecerdasan emosional?
2.
Mengapa
kecerdasan emosional sangat penting?
3.
Bagaimana
peranan kecerdasan emosional terhadap perkembangan?
4.
Bagaimana
hubungan serta penerapan kecerdasan emosional dalam pembelajaran peserta didik?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional.
2.
Mengetahui
pentingnya kecerdasan emosional dalam perkembangan peserta didik.
3.
Mengetahui
peran kecerdasan emosional terhadap perkembangan peserta didik.
4.
Mengetahui
hubungan serta penerapan kecerdasan emosional dalam proses pembelajaran peserta
didik.
D.
Manfaat
Dengan menyadari variasi kecerdasan emosional
pada tiap individu, memperluas wawasan tentang penanganan peserta didik yang sedang
dalam masa transisi. Sehingga dapat memberikan arahan serta bimbingan untuk
menyadari kecenderungan emosi yang terdapat dalam diri sendiri menuju arah positif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya.Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan
alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini
dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali
lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang(Maliki.2009:15).
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama
dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu
menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi
orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
Kecerdasan emosional dapat dikatakan sebagai kemampuan
psikologis yang telah dimiliki oleh tiap individu sejak lahir, namun tingkatan
kecerdasan emosional tiap individu berbeda, ada yang menonjol da nada pula yang
tingkat kecerdasan emosional mereka rendah.Istilah
“kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang
psikolog, yakni Peter Salovey dan John Mayer.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosinal (EQ) adalah “Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan”. (Shapiro, 1998: 8).
Menurut psikolog lainnya, yaitu Bar-On (Goleman:2000: 180), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.Sedangkan Goleman (2002:512), memandang kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intellegence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosinal (EQ) adalah “Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan”. (Shapiro, 1998: 8).
Menurut psikolog lainnya, yaitu Bar-On (Goleman:2000: 180), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.Sedangkan Goleman (2002:512), memandang kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intellegence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.
Jadi dapat diartikan bahwa Kecerdasan Emosi
atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan,
kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan
mengendalikannya.Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan Mental
yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang
lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.
Jadi orang
yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan tetapi juga
mampu memahami apa makna dari rasa tersebut. Dapat melihat diri sendiri seperti
orang lain melihat,serta mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang
dirasakan oleh orang lain dapat kita rasakan juga.
B. Pentingnya kecerdasan Emosional
Menurut Alan Mortiboys Peter Salovey dan Jack
Mayer (1990) Kecerdasan emosional (EQ) meliputi: 1. kemampuan
untuk merasakan secara akurat, menilai dan mengekspresikan emosi; 2. kemampuan
untuk mengakses dan/atau menghasilkan perasaan ketika ia bersedia berpikir; 3.
kemampuan untuk memahami emosi dan pengetahuan emosional;dan 4. Memampuan untuk
mengatur emosi untuk mempromosikan pertumbuhan emosi dan intelektual.Kecerdasan
emosi merupakan kecerdasan vital manusia yang sudahsemestinya terus dilatih,
dikelola dan dikembangkan secara intens.Karena kecerdasan emosi memiliki
kesinambungan yang cukup erat dengan kualitashidup manusia, dimana kecerdasan
emosi berkait erat dengan adanya jiwa yang sehat. Sehingga dari jiwa yang sehat
tersebut manusia sebagai spesies yang rentan mengalami ketidakbahagiaan akan
memiliki peluang jauh lebih besar di dalam memperoleh hidup bahagia.Orang yang
mampu mengendalikan kecerdasan emosional yang dimilikinya akan memiliki peluang
yang lebih baik untuk bisa sukses dan dipastikan lebih tenang dalam
menyelesaikan permasalahan yang tergolong rumit.
C. Peran kecerdasan Emosional dalam perkembangan
peserta didik
Masa remaja atau masa adolensia merupakan
masa peralihan atau masa transisi antara masa anak ke masa dewasa.Pada masa ini
individu mengalami perkembangan yang pesat mencapai kematangan fisik, sosial,
dan emosi.Pada masa ini dipercaya merupakan masa yang sulit, baik bagi remaja
sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungannya.
Perubahan-perubahan
fisik yang dialami remaja juga menyebabkan adanya perubahan psikologis. Hurlock
(1973: 17) disebut sebagai periode heightened emotionality, yaitu
suatu keadaan dimana kondisi emosi tampak lebih tinggi atau tampak lebih intens
dibandingkan dengan keadaan normal. Emosi yang tinggi dapat termanifestasikan
dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi berkobar-kobar atau
mudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk mekanisme
pertahanan diri.Emosi yang tinggi ini tidak berlangsung terus-menerus selama
masa remaja. Dengan bertambahnya umur maka emosi yang tinggi akan mulai mereda
atau menuju kondisi yang stabil.Kecerdasan emosional juga berkaitan dengan arah
yang positif jika remaja dapat mengendalikannya, memang dibutuhkan proses agar
seseorang dapat mencapai tingkat kecerdasan emosional yang mantap.
D. Hubungan serta Penerapan kecerdasan emosional
dalam pembelajaran peserta didik
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
remaja.Faktor tersebut antara lain Kepribadian, lingkungan, pengalaman,
kebudayaan, dan pendidikan.
pendidikan,
merupakan variabel yang sangat berperan dalam perkembangan emosi individu. Perbedaan
individu juga dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan kondisi atau keadaan
individu yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal
tersebut orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik diharapkan dapat menampilkan sikap berpikir
yang tercermin dari cara berpikir yang logis, cepat, mempunyai kemampuan
abstraksi yang baik, mampu mendeteksi, menafsirkan, menyimpulkan, mengevaluasi,
dan mengingat, menyelesaikan masalah dengan baik, bertindak terarah sesui
dengan tujuan,Serta tingkat kematangan yang baik ketenangan. Hal tersebut
berkaitan juga dengan kemampuan inteljensia yang baik (IQ).
Apabila dikaitkan dengan prestasi
belajar,maka kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang juga turut
menentukan prestasi. Individu yang memiliki IQ yang tinggi diharapkan akan
menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, karena IQ seringkali dianggap modal potensial yang memudahkan seseorang
dalam belajar. Maka seringkali muncul anggapan bahwa IQ merupakan faktor yang
menunjang prestasi belajar yang baik.Bahkan ada sebagian masyarakat yang
menempatkan IQ melebihi porsi yang seharusnya. Mereka menganggap hasil tes IQ
yang tinggi merupakan jaminian kesuksesan belajar seseorang sebaliknya IQ yang
rendah merupakan vonis akhir bagi individu bahwa dirinya tidak mungkin mencapai
prestasi belajar yang baik anggapan semacam ini tidaklah tepat, karena masih
banyak faktor yang ikut menentukan prestasi,terutama EQ serta SQ (Spiritual
quotient) Anggapan yang tidak tepat tersebut bisa berdampak tidak baik bagi
individu karena dapat melemahkan motivasi siswa dalam belajar yang justru dapat
menjadi awal dari kegagalan yang seharusnya tidak perlu terjadi.Untuk itu,
perlu ditanamkan dalam benak siswa bahwa kesuksesan belajar tidak hanya
ditentukan dengan kecerdasan yang dimiliki, tetapi juga bagaimana mengendalikan
diri sendiri.
Penerapan kecerdasan emosional dalam
pembelajaran peserta didik dalam penting untuk dilakukan.Dimana peserta didik
diarahkan secara perlahan untuk mengembangkan, mengasah serta mengendalikan
emosi yang di miliki, sehingga berdampak baik bagi kehidupan siswa tersebut,
baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, dalam bidang akademis
maupun non akademis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kecerdasan
emosional atau yang biasa dikenal
dengan EQ (emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya.Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional yang
baik, akan membentuk generasi yang berpendidikan berkarakter. Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ)
meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang
emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya.Kecerdasan emosi dapat
juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan
memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan
untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.Orang yang mampu
mengendalikan kecerdasan emosional yang dimilikinya akan memiliki peluang yang
lebih baik untuk bisa sukses dan dipastikan lebih tenang dalam menyelesaikan
permasalahan yang tergolong rumit.Dengan
bertambahnya usia maka emosi yang tinggi akan mulai mereda atau menuju kondisi
yang lebih stabil.Kecerdasan emosional juga berkaitan dengan arah yang positif
jika remaja dapat mengendalikannya, memang dibutuhkan proses agar seseorang
dapat mencapai tingkat kecerdasan emosional yang mantap. Penerapan kecerdasan
emosional sangat penting di lakukan dalam proses belajar mengajar, karena di
saat individu memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka kemungkinan besar
perkembangan individu tersebut akan baik dan berjalan lancar.
B.
Saran
Tingkat kecerdasan emosional tiap individu
bervariasi, namun pada dasarnya kemampuan emosional seseorang dapat di
tingkatkan melalui proses dan tindakan tertentu. Emosi merupakan keadaan
psikologis yang cukup sulit untuk dikontrol, namun tetap perlu di organisir
dengan baik sehingga tidak terjadi gangguan yang berbahaya dalam proses
perkembangan peserta didik. Orang tua maupun pendidik tidak mungkin selalu
mengawasi perkembangan dan tingkah laku peserta didik setiap waktu, selain itu
peserta didik pasti akan merasa terganggu dan merasa terbelenggu jika terus
menerus diawasi. Mengingat hal tersebut, maka perlu di berikan pemahaman tentang
kondisi psikologis dirinya sendiri, serta perlu di berikan arahan dalam
menanggapi suatu permasalahan tanpa harus memaksakan kehendak pribadi.
Keterbukaan dalam mendengarkan keluhan siswa dan memberikan dukungan moril yang
cukup, akan membantu siswa dalam menghadapi transisi sehingga mampu mencapai
kondisi emosional yang stabil.untuk hasil jangka panjang,hal tersebut akan
sangat membantu peserta didik untuk mengeluarkan potensi terbaik yang di miliki
sehingga unggul dalam kehidupan sosial,akademis dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner,H.1983.Pendidikan
Emosional Usia dini.Bandung:C.V Tirta.
Goeleman.2000.Kecerdasan
Manusia.Jakarta: Gramedia.
Maliki,S.2009.Manajemen
Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup.Yogyakarta: Kertajaya.